Kamis, 25 April 2013

Learning from Movie "Every Child Is Special"

Taare Zameen Par (Every Child Is Special)


Film ini berkisah tentang seorang anak yang memiliki kesulitan dalam berbahasa. Pada awalnya, kedua orangtua dari anak tersebut tidak mengetahui bahwa anak ini mengalami kesulitan tersebut. Orangtuanya tetap memaksakan dia untuk belajar terus-menerus. Orangtuanya hanya berprinsip bahwa anaknya yang bernama Ishaan harus menjadi anak yang pintar seperti abangnya.
Ishaan memiliki perilaku yang nakal, baik di rumah maupun di lingkungan sekolahnya. Menurut orang sekitarnya, dia adalah seorang troublemaker. Hingga pada suatu hari, Ishaan dikeluarkan dari sekolahnya, karena menurut guru-gurunya ia sudah keterlaluan, dan tidak dapat mengikuti pelajaran yang baik. Mereka mengatakan bahwa Ishaan memiliki gangguan.

Ishaan akhirnya pindah ke sebuah sekolah asrama. Disana dia sangat pendiam. Tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Dia juga merasa kesepian karena biasanya ia selalu bersama ibunya. Pada suatu hari, sekolahnya yang baru memiliki guru kesenian baru. Gurunya mulai merasa ada yang berbeda dengan Ishaan dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Sang guru mencaritahu apa penyebabnya. Dan akhirnya, Ia mengetahui bahwa Ishaan adalah seorang anak disleksia.

Mungkin kita bertanya apa itu disleksia. Disleksia berasal dari bahasa Yunani. Kata Dis berarti kesulitan. Kata Leksis berarti bahasa. Jadi disleksia berarti kesulitan dalam berbahasa. Anak dengan disleksia mengalami gangguan belajar yakni kesulitan dalam mengeja, membaca dan menulis. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah-olah campur aduk dan bolak-balik , menyebabkan sulit dibaca dan diingat. Anak disleksia sering merasa frustasi dan sulit untuk menyelesaikan tugas. Padahal mereka tidak mengalami keterlambatan intelektual. bahkan dari beberapa kasus anak dengan disleksia memiliki IQ lebih tinggi dari anak lainnya.


Guru tersebut kemudian memberi semangat dan melatih Ishaan agar dapat membaca, menulis, dan menghitung dengan baik. Ada satu hal yang unik, yang dimiki oleh Ishaan yaitu dia pandai menggambar. Keterbatasannya dalam berbahasa tidak menutupi kemampunya dalam menggambar. Pada perlombaan menggambar yang diselenggarakan oleh sekolahnya, ia mendapatkan juara 1 dan gambarnya dipakai sebagai cover majalah sekolahnya.

Film ini mengajarkan kita untuk memahami setiap anak. Kita tidak boleh melihat anak dari satu sudut kemampuan saja. Tapi kita harus melihat kemampuannya secara keseluruhan. Karena Tuhan menjadikan kita semua adalah special.

Every Child Is Special :)


PAUD masa dulu vs PAUD masa kini




Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang diselenggarakan sebelum anak memasuki jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. PAUD diperuntukkan kepada anak-anak usia dini yaitu sejak lahir hingga 6 tahun. Pada umumnya tujuan dari PAUD ini adalah membantu mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan anak yaitu “fisik, intelektual, emosional, moral & agama secara optimal dalam lingkungan pendidikan yang kondusif, demokratis & kompetitif. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal(Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA)),nonformal(Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA)) dan informal(Pendidikan Keluarga atau Pendidikan yang diselenggarakan oleh Lingkungan).

Melihat perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini, PAUD ataupun yang  sering dikenal dengan pendidikan prasekolah merupakan hal yang wajib didapatkan oleh anak-anak usia dini sebelum mereka memasuki jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. Salah satu alasannya adalah agar ketika mereka memasuki jenjang pendidikan dasar, mereka memiliki modal paling tidak membaca.

Direktorat PPAUD mengatakan bahwa dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara perkembangan yang dialami anak pada usia dini dengan keberhasilan mereka dalam kehidupan selanjutnya. Misalnya, anak-anak yang hidup dalam lingkungan (baik di rumahmaupun di KB atau TK) yang kaya interaksi dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar akan terbiasa mendengarkan dan mengucapkan kata-kata dengan benar.

Hal-hal di atas merupakan salah satu yang membedakan PAUD masa dulu dengan masa sekarang. Pendidikan Sekolah Dasar masa dulu tidak mewajibkan anak-anak untuk masuk ke pendidikan prasekolah (taman kanak-kanak) terlebih dahulu. Membaca juga bukan hal yang harus dikuasai oleh anak usia dini yang akan masuk ke Pendidikan Sekolah Dasar. Di masa dulu, anak-anak yang mendapatkan PAUD tidak dibebankan untuk belajar membaca ataupun hitung-menghitung. Mereka diberikan kebebasan untuk bermain bersama teman-teman sebayanya dan mengeksplorasi kemampuannya lewat kesenian seperti menyanyi, menari, menggambar, dsb. Namun, jika dibandingkan dengan masa kini, PAUD mengupayakan anak-anak didik untuk dapat membaca dan berhitung, yang merupakan syarat di masa kini untuk dapat memasuki Pendidikan Sekolah Dasar. Dalam masalah mengeksplorasi kemampuan anak, PAUD masa kini lebih berupaya untuk melakukan hal tersebut. PAUD masa kini tampaknya lebih kreatif dalam mengeksplorasi kemampuan anak, tidak hanya kemampuan seni anak, tapi juga kemampuan linguistik anak seperti berbahasa inggris. 

Saya juga mengutip sebuah artikel dari surat kabar online yang mengatakan bahwa pembelajaran IT harus dimulai sejak dini. Dari artikel ini, penulis mengatakan bahwa pembelajaran tentang IT sebaiknya dimulai sejak  dini sampai menengah. Kemajuan era teknologi yang demikian pesatnya ini, juga merupakan hal yang membedakan PAUD masa dulu dengan masa kini. Di masa dulu, anak-anak belum mengerti apa itu teknologi, tapi sekarang anak-anak diajarkan untuk mahir menggunakan teknologi seperti komputer/ laptop, dan mengetahui apa perangkat-perangkat dari komputer/ laptop itu sendiri. 
        Perbedaan yang terdapat pada PAUD masa dulu dengan PAUD masa sekarang kiranya tidak menjadi penghalang bagi anak-anak usia dini untuk berkembang. Semoga dengan pembelajaran PAUD masa kini, anak-anak dapat mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya, dengan tetap merasakan indahnya masa kanak-kanaknya yaitu masa ia bermain. Sehinggapun anak-anak tersebut dapat menjadi generasi-generasi bangsa yang berkualitas.




referensi: